Wednesday, 13 June 2012

Tekstil : Kain Songket

Kain Songket

Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti mengait atau mencungkil. Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya, yaitu dengan mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, yang kemudian diselipkan benang emas.

Songket adalah jenis kain tenunan tradisional melayu yang terkenal di kawasan Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Songket digolongkan dalam kelompok tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan menggunakan benang emas dan perak.

Songket yang merupakan kain tenun mewah biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu sebagai destar, atau tanjak. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu.

Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja. Akan tetapi, kini kaum lelaki pun turut menenun songket.

Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan dan tumbuhan setempat. Motif ini seringkali dinamai dengan nama kue khas Melayu seperti serikaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan penganan kegemaran raja.

Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan budaya Melayu yang menurut sebagian orang, teknik ini diperkenalkan oleh pedagang Arab dan India. Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu yang dibawa oleh pedagang Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbangkan benang emas dan perak, maka jadilah songket.

Tidak diketahui secara pasti dari manakah songket berasal, menurut tradisi Kelantan teknik tenun songket berasal dari utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam, yang kemudian berkembang ke selatan di Pattani (Thailand), dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman Sriwijaya.

Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket keemasan dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya. Kemaharajaan niaga maritim yang makmur lagi kaya, dan bersemi pada abad ke tujuh hingga ke tiga belas di Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling terkenal di Indonesia adalah kota Palembang.

Songket Palembang yang berjuluk ‘Ratu Segala Kian’, merupakan songket terbaik di Indonesia. Songket eksklusif memerlukan waktu antara satu sampai tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar tiga hari.

Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung yang dipadukan dengan baju kurung.

Dokumentasi mengenai asal-usul songket masih tidak jelas, kemungkinan tenun songket mencapai semenanjung Malaya melalui perkawinan atau persekutuan antar bangsawan Melayu, karena songket yang berharga kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di kerajaan yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal. Sebab benang emas sejatinya memang terbuat dari lembaran emas murni asli.

Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya, songket semula adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan berada semata, karena harganya yang bervariasi, dimulai dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal. Kini dengan digunakannya benang emas sintetis maka songket pun tidak lagi luar biasa mahal seperti dulu yang menggunakan emas asli. Meskipun demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kesenian yang anggun dan harganya cukup mahal.

Sejak dulu hingga kini, songket adalah pilihan populer untuk busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali. Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan. Di masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang, menjadi destar, atau tanjak. Sedangkan untuk kaum perempuan, songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadukan dengan kebaya atau baju kurung. Sebagai benda seni, songket pun sering dibingkai dan dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern amat beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan kantung ponsel.

Di Indonesia, pusat kerajinan tangan tenun songket dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok, dan Sumbawa.


                                                                                                                
                         Sumber :                                                                     Ditulis kembali oleh :
                 http://id.wikipedia.org                                                  Siti Robi'ah_TPB 8_11.T40087
                 http://munirtaher.wordpress.com

                                                                                                                

No comments:

Post a Comment

Gomawo~