Saturday 30 January 2016

Malam Ini

"Kamu selalu cantik seperti biasa," bisikmu lirih.

Aku hanya bisa tersenyum mendengar katamu. Wajahku terasa panas, sepertinya memerah. Kamu tau? Suaramu begitu merdu malam ini. Apa kamu berlatih menyanyi sampai suaramu semerdu itu?

"Saat ini kamu hanya milikku seorang sayang," bisikmu lagi. Lirih. Hampir tak terdengar. Larut bersama kesunyian malam.

Perlahan, tanganmu yang lembut mulai menyentuh wajahku. Ah… sepertinya ada yang beda dengan sentuhanmu malam ini. Tapi mungkin ini hanya perasaanku saja. Aku hanya sedikit resah, sedari tadi kamu selalu berbisik, kamu tak secerewet biasanya. Apa kamu takut suara merdumu akan hilang jika terlalu banyak bicara?

"Bangsat!"

Aku terlonjak kaget mendengar teriakan seseorang yang mendobrak pintu. Tunggu. Sepertinya aku kenal suara itu.

"Apa yang kau lakukan di sini dengan istriku? Setan kurang ajar!"

Tidak. Bukan kenal lagi. Aku tau betul itu suara siapa. Kugerakkan tangan mencari selimut dan apapun yang bisa menutupi tubuhku. Sial. Aku benci kegelapan.*

Monday 25 January 2016

Lihat Kebunku Penuh dengan Bunga~

Lihat kebunku penuh dengan bunga
Ada yang putih, dan ada yang merah
Setiap hari kusiram semua
Mawar melati, semuanya indah~

Sepertinya lagu itu kali ini pas dengan keadaan di halaman depan rumah saya. Yah, meski ga ada bunga melatinya, tapi banyak bunga yang lain. Pas pulang (mungkin bisa disebut mudik juga) ke rumah kemarin, seneng banget liat depan rumah banyak ditumbuhi bunga-bunga bermekaran :3


Saturday 16 January 2016

Cerpen : Hari Ini Hari Senin

Ruangan ini sedikit berisik. Sepupuku Riko dan Dimas dengan perbedaan umur layaknya ayah dan anak sibuk berdebat membahas buku cerita. Entah di bagian apanya yang mereka perdebatkan. Adikku sibuk dengan ponsel di atas kursi, remaja tanggung itu akhir-akhir ini selalu sibuk dengan ponselnya, aku tak tau apa yang membuatnya begitu terpikat pada layar ponsel, mungkin dia sudah punya pacar, entahlah. Ayu teman sekelasku sedari tadi masih berkutat dengan laptop, mengejar deadline jadwal sidang yang sebentar lagi akan berakhir. Aku sendiri hanya menuliskan sebagian pikiran absurdku pada kertas bekas, yah sebenarnya tak ada hal penting yang kulakukan saat ini. Hanya ikut berkumpul dengan mereka.

“Dateng lagi tuh anak. Ngapain dia? Bukannya kemarin katanya mau balik ke Jakarta?” Komentar Ayu langsung membuatku mengalihkan pandangan ke arah pintu luar yang terbuka, memperlihatkan halaman depan rumah.

Deva, remaja tanggung seumuran Adikku berjalan memasuki halaman rumah dengan senyum terkembang di bibir. Bocah yang aku tau masa-masa dia masih pake popok itu tumbuh menjadi remaja tinggi, dan sedikit 'genit'.

“Hai Kak Ayu,” sapanya begitu memasuki ruangan, melambaikan tangan seraya tersnyum seolah dia selebritis. 

“Maen hape mulu lu Ras.” Pandangannya beralih pada Adikku yang sibuk berkutat dengan ponsel sedari tadi. Adikku hanya menoleh sebentar, lantas kembali sibuk dengan layar ponsel. 

“Halo sayaaaang.” Ia mengerlingkan mata genitnya ke arahku yang langsung membuatku mengerutkan kening.

“Ih si sayang ga jawab panggilan aku,” katanya pura-pura merajuk.

“Sayang apaan? Ga sopan.” Aku mendongak menatapnya yang hendak duduk di sampingku.

"Aku jauh-jauh balik lagi dari Jakarta ke sini cuma buat nemuin kamu doang lho Yang. Masa ga dianggep sih." Remaja tanggung itu pura-pura merajuk, mempoutkan bibir yang malah membuatnya mirip orang kebelet. "Aku tuh masih kangen tau sama Kak Kiran-ku yang imuuut," ujarnya dengan nada manja sembari menubit pipiku.

“Aku simpen makanan dulu ya,” ujarnya kemudian seraya berjalan menuju dapur, membawa bungkusan yang sedari tadi ia jinjing. Dan aku hanya bisa melongo.

“Tuh anak kerasukan apaan ya,” gumamku pelan.

“Yaaaaang aku bawain kue kesukaan kamu lho. Mau ga?”

Pranggggg!

Suara piring pecah membuatku tersentak. Perlahan aku membuka mata. Kulihat atap kamar yang gelap sedikit remang-remang. Aku mengerutkan kening bingung, lantas duduk sembari mengucek mata yang masih lengket karena kantuk. 

“Kenapa aku bisa mimpiin anak SMA yang suka sama aku? Siapa lagi tuh Si Deva. Perasaan aku ga kenal yang namanya Deva,” batinku bingung. Tanganku bergerak meraih ponsel di ujung kasur. Jam empat pagi.

“Tau dah,” batinku tak peduli. Aku bangun dari tempat tidur, menyalakan lampu kamar, mengambil handuk, lantas menuju kamar mandi bersiap untuk berangkat kerja. Hari senin biasanya jalanan macet, aku harus berangkat lebih pagi.*

Sunday 10 January 2016

Perempuan Plin-plan dan Anak Kucing

Akan kuceritakan padamu tentang Perempuan plin-plan tak tau diri. Dia siapanya aku? Yah… hanya seseorang yang kukenal. Dia itu perempuan terkikuk yang pernah kutemui. Dia juga sering membuatku malu karena keputusan plin-plannya. Suatu hari ada seorang Kakak menitipkan anak kucing padanya. Katanya ia hanya perlu menjaganya selama setahun. Awalnya ia menolak, tapi hanya karena beberapa kata petuah dari Kakak itu akhirnya ia bersedia.

“Menjaganya selama setahun, mungkin tak seseram yang kubayangkan?” ujarnya saat itu.

Setelah Kakak itu pergi menitipkan anak kucing padanya, Si Perempuan ini langsung merasa tak yakin. “Kenapa aku menerima anak kucing ini padahal aku tak tau cara merawat kucing? Bahkan aku tak pernah merawat binatang sekalipun,” benaknya saat itu kala menjelang tidur. “Mungkin besok aku bisa minta bantuan teman-teman,” pikirnya kemudian. Dia akhirnya tertidur lelap setelah pikiran plin-plannya tersingkirkan sesaat.

Esoknya dia memawa anak kucing itu pada temannya, berharap temannya ada yang mau merawat anak kucing itu untuknya. Tapi setelah bertemu beberapa temannya, mereka semua memeberikan wejangan bahwa itu tanggung jawabnya. Temannya berkata bahwa Si Perempuan itu yang harus merawatnya bukan menyerahkannya pada mereka. Yah... memang benar itu tanggung jawabnya. Mendadak ia menjadi selalu gusar setiap membayangkan harus merawat anak kucing. Bagaimana jika ia mati di tangannya? Bagaimana jika terjadi hal-hal lain yang menyakiti si anak kucing? Ia semakin tak yakin bisa melakukannya.

“Mungkin aku harus serahkan lagi anak kucing ini pada Kakak itu.” Akhirnya pemikiran menyerah itulah yang menjadi penutup keplin-planannya.

Esoknya dia bilang pada Kakak itu bahwa ia tak bisa merawat anak kucing titipannya. Dia bahkan menelantarkan anak kucing itu tanpa memberinya makananan hanya dengan alasan ia tak bisa merawat anak kucing.


“Ah… sesal itu memang selalu datang belakangan. Setidaknya aku harus meminta maaf dengan benar. Kakak itu pasti jengkel sekali padaku,” ujar Si Perempuan ketika selesai membaca tulisan yang ia ketik dua tahun lalu.

Saturday 2 January 2016

Flower Boys Next Door


Ada yang pernah liat drama Flower Boys Next Door? Saya suka bangeeeet episode pertamnya, pas scene yang ini :3

Dari drama ini juga saya jadi mulai seneng buat nulis lagi. Meski sebenernya cuma nulis beberapa kata doang sih -_-


Gomawo~