Monday 22 March 2010

Sepuluh : Akhir

Akhir

Matahari masih bersinar, memancarkan cahaya jingganya sore itu. Ozy duduk sendirian di pinggir danau. Tangannya memain-mainkan sehelai daun yang tadi dipetiknya.
Sudah enam tahun berlalu semenjak gerbang Barbush dibuka. Ray sudah mulai merelakan Olivia di kehidupan barunya, dia sudah mempunyai incaran baru. Keke, gadis manis yang sedikit pendiam. Rio juga sudah mulai merelakan hubungan Cakka dengan Agni. Sekarang dia mulai dekat dengan salah satu gadis teman kuliahnya, namanya Ify. Sementara Cakka dan Agni sudah tunangan, tak ada yang menyangka mereka akan tunangan. Ray dan Acha benar-benar akan menjadi saudara ipar. Hubungan Ozy dan Acha pun semakin membaik, mereka saling melengkapi dan mengingatkan. Tak ada yang mengerti, bagaimana perasaan kedua anak itu.

Monday 15 March 2010

Sembilan : Town Gate of Barbush

Town Gate of Barbush

Pagi itu Cakka, Agni, Rio, dan orangtua mereka sudah berada di rumah Pak Duta. Semalam Pak Duta mendapat kabar dari Obiet, bahwa adiknya akan mengantar anak-anak itu ke rumahnya. Pak Duta langsung memberitahu mereka supaya pagi ini datang ke rumahnya.
Agni duduk di tengah-tengah Cakka dan Rio, baru kali ini dia menangis begitu lama. Agni menutup wajahnya dengan kedua tangan, Cakka yang sekarang sudah menjadi pacarnya mencoba menenangkan. Dia mengusap-ngusap punggung Agni. Rio melihat mereka tanpa bicara apa-apa. Ingin sekali, rasanya dia berada di posisi Cakka. Merangkul Agni dan menenangkannya. Tapi itu tak mungkin, Rio masih punya perasaan. Tak mungkin dia begitu saja memeluk Agni, sementara Cakka ada di sana. Rio menghela napas, mencoba merelakan Agni untuk Cakka.
- - - - - - - - - - -

Monday 8 March 2010

Delapan : Penyelamatan

Penyelamatan

Ozy membawa Acha melewati hutan, dia sendiri tak tahu, harus ke mana sekarang dia pergi. Ozy berhenti dan menidurkan Acha di atas rumput. Dia melihat wajah Acha semakin pucat, tapi dia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ozy tak tahu apa-apa tentang perobatan.
Setelah sekian lama Ozy mondar-mandir memikirkan cara menyembuhkan Acha, Ozy teringat pada Oik. Sebaiknya dia membawa Acha pada Oik, siapa tahu dia bisa mengobati Acha.
Malam itu masih larut, Oik masih sibuk dengan mimpinya. Dia mendengar ada yang mengetuk pintu. Dengan rasa kantuk yang masih menyerang, Oik bangun dan membuka pintu. Rasa kantuknya mendadak hilang begitu melihat Ozy berdiri di sana dengan seorang wanita pingsan di pangkuannya. Melihat pintu rumah terbuka, Ozy langsung masuk. Dia menidurkan Acha pada salah satu kursi yang ada di ruang tamu. Oik memandang Acha dengan perasaan cemas.
"Dia kenapa? Wajahnya begitu pucat. Mulutnya juga berdarah," kata Oik cemas.

Monday 1 March 2010

Tujuh : Tawanan

Tawanan

Malam itu begitu dingin, Ray dan Acha duduk berimpitan dalam sebuah ruangan yang gelap. Memang, sekarang mereka sudah bisa melihat cahaya. Tapi ruangan itu begitu lembab dan gelap. Ray dan Acha tak tahu pasti bagaimana mereka bisa berada di sana. Tadi sore, ketika mereka terbangun, mereka sudah ada di sana. Tanpa Ozy. Sebenarnya mereka khawatir dengan keadaan Ozy, tapi mau bagaimana lagi, keadaan mereka juga cukup mengkhawatirkan saat ini.
Terdengar derap langkah memasuki ruangan. Ray dan Acha langsung merebahkan diri, pura-pura tidur. Orang itu memasuki ruangan. Bukan! Itu bukan orang! Postur tubuhnya seperti manusia, tapi tangannya runcing dan panjang. Matanya merah menyala, kulit wajahnya berkerut-kerut. Makhluk itu menyeringai memamerkan giginya yang tajam. Acha yang melihat dari sudut matanya, menahan napas. Berusaha supaya jeritan ketakutannya tidak keluar. Ray memejamkan matanya, tak ingin melihat makhluk itu.
Makhluk itu menghampiri mereka, menendang-nendang badan mereka, kasar. "Bangun! Tuan kami ingin bertemu kalian!"
Gomawo~