Kemarin aku melihat seonggok daging busuk yang tergeletak di
tengah jalan. Daging itu tampak masih baru, tetapi begitu didekati baunya busuk
sekali. Hampir saja aku mengumpat bau di sana, lantas teringat kemarin ketika
mereka memujiku, lantas mereka mengataiku. Aku tak terlalu peduli. Terserahlah orang
berkata apa, aku memang busuk dan tak berguna.
Hari kembali berlalu begitu cepat. Dan aku hanya bisa
menatap langit tanpa warna. Semua terasa begitu hambar. Tak ada kata, makna dan
rasa. Aku tak lagi tau apa yang sebenarnya kutunggu dalam hidup. Aku tak lagi tau
apa itu ambisi menggebu dan cita yang tinggi. Semua seolah sama, kemarin, hari
ini, esok, tak ada yang berbeda. Hujan pun tak turun lagi, membiarkan bumi ini
kekeringan. Mentari pun tak lagi bersinar, membiarkan bumi ini suram tanpa
cahaya. Yah... warna itu kembali hilang.
Mereka selalu mengatakan saling mencintai pada sesama. Tapi
aku tak lagi tau apa itu cinta, kasih, dan rasa. Rasanya dulu pernah kurasakan semua
itu. Tapi kini lupa bagaimana semua itu terasa. Kini aku tak lagi peduli ketika
orang-orang makan bangkai busuk. Aku tak lagi peduli ketika orang-orang
bergelindingan di jalan. Aku tak lagi peduli ketika orang-orang terapung dalam
lautan darah. Ah... mungkin hatiku tak lagi pada tempatnya. Sehingga semua rasa
itu ikut hilang bersama bergesernya hati.
Oh... mereka bilang aku berbeda. Aku tak mengerti situasi.
Aku tak berbelas kasih. Aku tak punya hati. Ah... apa mungkin hati itu sudah
bergeser terlalu jauh? Kuraba hati ini, sepertinya tak ada apa-apa di sana. Mangkuk
hati itu kosong tak berisi.
Ya Tuhan! Dia hilang! Aku tak lagi punya hati.
Hatiku terjatuh entah dimana.
No comments:
Post a Comment