Monday, 22 February 2010

Enam : Kaum Kracker

Kaum Kracker

Sambil menunggu Obiet pulang, selesai makan Oik mengajak Ozy berkeliling di sekitar rumahnya. Meskipun Ozy masih memikirkan kedua sahabatnya, tentu saja dia tak akan menolak kesempatan itu. Apalagi udara di sana begitu sejuk. Mereka terus bercerita sambil berjalan. Sesekali Ozy menghirup udara dengan penghayatan, menikmati udara Gunung Hurein yang segar meskipun sudah siang.
Ozy mengetahui sesuatu tentang Oik. Dari pembicaraanya dengan Oik, ia menyimpulkan kalau Oik adalah peri hutan. Dia suadah berusia ratusan tahun, tapi itu masih terbilang remaja dalam bangsa mereka. Dan setelah diperhatikan dengan teliti, ada satu kejanggalan dalam fisiknya. Ozy melihat telinga Oik berbeda dari telinga manusia. Telinga Oik sedikit lancip dan agak panjang. Oik punya juga punya kekuatan sihir untuk mengatur kehidupan Hutan di sekitarnya. Oik banyak bercerita tentang legenda-legenda Gunung Hurein yang hampir tak asing lagi di telinga Ozy.
"Kau pernah mendengar mitos, kalau yang masuk Gunung Hurein terlalu dalam tak akan kembali lagi?"
Ozy mengangguk. "Ya... Dan menurutku, itu hanya mitos biasa. Para orangtua bilang begitu, karena mereka tak mau anaknya pergi ke sana. Betulkan?"
"Bukan! Bukan itu alasannya. Kau tahu? Tak semua penghuni Gunung Hurein baik. Banyak di antara mereka yang saling bersaing. Mereka mengambil manusia, yang dengan suka rela memasuki daerah mereka."
"Apa manusia-manusia itu mereka bunuh?" Ozy bergidik ngeri membayangkan kalau dia yang tertangkap.
"Tidak! Mereka tidak membunuhnya, tapi mereka menjadikannya budak. Itu sebabnya manusia itu tak pernah kembali."
Oik mengajak Ozy duduk di bawah pohon yang cukup besar. "Apa temanku juga di jadikan budak oleh mereka?" tanya Ozy.
"Ya... Bisa jadi. Tapi kita belum tahu siapa yang menculik mereka. Nanti kita bisa menanyakannya pada Kak Obiet, dia tahu banyak hal."
Ozy menyetujui saran Oik. Mereka kembali dengan lamunannya masing-masing, menikmati panorama alam yang begitu indah. Sayang sekali, jika semua pohon-pohon di Gunung itu ditebang. Ozy melihat semua pohon seperti memiliki jiwa seperti manusia. Mereka memperlihatkan aura mereka. Sebuah pohon di hadapannya berdiri gagah, seolah dialah yang paling kuat di antara semuanya. Pohon rindang yang sedang ia duduki akarnya, memancarkan keanggunannya. Ozy memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang menyentuh wajahnya.
Ozy sudah hampir tertidur, ketika suara Oik mengagetkannya. "Kak Obiet!" Oik berteriak, begitu melihat seorang laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya datang. Ozy hampir terjatuh dari akar yang didudukinya karena kaget. Buru-buru dia menyeimbangkan badannya dan mengejar Oik yang sudah berlari duluan mendekati laki-laki itu.
Oik yang melihat Ozy mendekatinya langsung menarik Ozy ke sampingnya. "Ini Ozy kak! Teman baru Oik!" Oik memperkenalkan Ozy pada Obiet dengan semangat.
Ozy melihat dua makhluk anggun di hadapannya. Oik dan Obiet sama-sama memiliki tilinga lancip dan panjang, seperti telinga kurcaci. Ozy baru menyadari, kalau kedua mata mereka berwarna hijau. Meskipun terlihat lelah, Obiet tetap terlihat berwibawa. Auranya begitu kuat, membuat semua orang akan patuh padanya.
"Hallo... Aku Obiet." Obiet memandang Ozy dan mengulurkan tangannya pada Ozy.
"Ozy..." Ozy menyambut uluran tangan Obiet.
"Sebaiknya kita bicara di dalam." Obiet masuk duluan, diikuti Oik dan Ozy.
Setelah mereka meminum minuman buatan Oik, Ozy menceritakan kejadian yang telah ia alami. Obiet mengangguk, mengerti dengan perkataan Ozy. “Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa kau tahu dimana teman-temanku?” Ozy mengkhirinya ceritanya.
“Aku tak tahu pasti. Tapi kau tenang saja, aku akan berusaha menemukannya,” kata Obiet menenangkan. “Lebih baik kau istirahat dulu, nanti malam kau ikut aku.” Obit kembali melangkah pergi meninggalkan Ozy dan Oik.
Ozy memendang Oik bingung. “Kau tenang saja, Kak Obiet pasti tahu cara meyelesaikan masalahnya. Lebih baik sekarang kau istirahat dulu.” Ozy menuruti pekataan Oik.
Waktu sudah mnunjukkan pikul sepuluh malam, tapi Ozy tak bisa tidur, dia masih memikirkan apa yang sedang Obiet rencanakan. Ketika Ozy akan ke dapur untuk mengambil minum, terdengar suara pintu berdecit. Ozy menghentikan langkahnya dan melihat ke ruang tamu. Obiet sudah berdiri di sana. Dia tersenyum ketika menyadari Ozy sedang menatapnya.
“Sudah kuduga, kau belum tidur,” kata Obiet.
“Aku tak bisa melupakan kedua temanku.” Ozy berjalan mendekati Obiet. “Apa kau menemukan mereka?”
“Ya… Bisa dibilang begitu. Aku tahu di mana mereka. Tapi tempat itu sedang dijaga.” Obiet berhenti sebentar, ia mndudukan dirinya di kursi ruang tamu. “Kau duduk dulu, aku perlu bicara.”
Ozy menghampiri Obiet dan duduk di sampingnya. “Apa kau mau mengajaku ke sana sekarang?”
“Ya… Tapi aku perlu bicara dulu denganmu.” Obiet menghela napas sebentar. Sepertinya dia sangat kelelahan. “Tadi aku bertemu Tuan Duta, kau kenal dia?”
“Maksudmu, Tuan Duta guru sekolahku?”
“Ya. Guru sekolahmu. Dia adalah pemimpin Kaum Babush sekarang. Tadi aku me..”
“Tidak mungkin!” Ozy memotong perkataan Obiet. “Tak mungkin dia pemimpin Barbush! Uncle Jo pemimpinnya. Uncle Jo yang menyuruhku ke Gunung ini, untuk mencari gerbang.”
Obiet mengerutkan keningnya. “Uncle Jo? Kau bercanda! Bukan dia pemimpinnya. Bahkan aku tak mengenalna sama sekali. Dia pasti menipumu. Apa yang sudah dia lakukan padamu?”
Ozy menceritakan pertemuannya dngan Uncle Jo. Bagaimana Uncle Jo menceritakan sejarah Barbush padanya. Bagaimana Uncle Jo berubah bentuk ke wujud aslinya. Ozy juga menceritakan apa saja yang sering dilakukan Tuan Duta padanya. “Si kerempeng itu! Selalu menghukumku setiap hari! Sepertinya dia sangat membenciku. Rasanya taida hari tanpa melihatku menerita.” Ozy mengucapkannya penuh kebencian.
Obiet tersenyum geli mendengar Ozy memanggil Tuan Duta dengan sebutan Si Kermpeng. “Kau pasti salah paham.” Obiet kembali serius. “Bukan itu ceita yang sebenarnya. Kau tahu kan, aku dan adikku sudah brusia ratusan tahun?” Ozy mengangguk.
“Dulu, ketika Buyut-mu Adrian masih hidup. Aku sudah berusia dua ratus tahun. Dan aku sudah mengerti masalah di sekelilikngku. Adrian sangat jenius. Dia sama sepertimu. Keras kepala dan seenaknya sendiri. Dia juga bisa melihatku, makhluk-makhluk abadi. Dulu dia sangat dekat denganku, dia menyukai permainan sihirku.
“Ketika dia memasuki Gunung ini lebih dalam lagi, dia menemukan Gerbang itu. Gerbang menuju Barbush. Tak ada satu makhluk pun penghuni Hutan ini yang bisa membukanya. Kami hanya bisa memandanginya. Mengagumi ukiran yang ada di gerbang besar itu. Dia senang menemukan gerbang itu. Katanya di dalam sana indah sekali. Dia mengajakku ikut dengannya. Kami melakukan peradaban baru di dana. Dengan sains an sihir.
“Kaum Barbush menyambut kami dengan senang hati. Mereka tak perlu lagi meminta bantuan pada Kaum Kracker yang selalu perhitungan. Suatu hari, Kaum Kracker datang ke Barbush. Mereka menanyakan, kenapa tak ada lagi yang meminta bantuan. Adrian yang menghadapi merka, dia bilang kalau Barbush sekarang sudah tak membutuhkan lagi barang-barang mereka. Kaum, Kracker merasa tersinggung, mereka tak terima dikatakan seperti itu. Aku sudah menduganya, kalau Adrian yang berbicara akan terjadi kerusuhan Dan benar saja, karena bicaranya yang sembaranagan itu, Kaum Karacker menyatakan perang.
“Kaum Barbush ketakuatan, mereka tak mau ada pertumpahan darah di antara mereka. Maka, aku dan Adrian memutuskan untuk mengunci gerbang menuju Barbush, dengan alat yang modern dan mantra penutup yang kuat. Malam itu kami hampir berhasil membuatnya, tapi sayang sekali, Kaum Kracker sudah mendobraknya sebelum kami benar-benar menyelesaikan.
“Adrian menyuruh Kaum Barbush supaya meningglkan negri mereka itu. Dia menyuruhnya supaya mereka ke Negri Manusia dan tinggal di sana untuk sementara. Aku dan Adrian segara memindahkan alat penutup itu. Dan kami menutup gerbang menuju Brbush. Tak akan ada yang bisa membukanya selain aku dan Adrian. Tapi dia ingat kalau dia tak akan hidup abadi. Maka dia memutuskan untuk memberikan kemampuannya pada keturunannya, yang hampir mempunyai sifat yang sama dengannya. Tapi ada beberapa Kaum Kracker yang mengikuti kami. Pada awalnya kami berhasil memenjarakannya disalah satu bagian hutan ini. Tapi ada penghuni hutan ini yang membukanya, dan sekarang mereka bekerjasama untuk membunuh Kaum Barbush, dan juga membunuhmu.
“Tapi sekarang, pengganti itu sudah ada di hadapanku. Kau lah orangnya. Kau yang diharapkan membuka pintu itu. Hanya kau dan aku yang bisa membukanya.” Obiet mengakhiri cerita. Dia memandang Ozy, menunggunya mengucapkan sesuatu.
Ozy masih tak berkedip sambil memandang Obiet. “Tapi… Aku tak jenius seperti Buyutku itu. Bagaimana bisa aku yang diharapkan membuka gerbang itu.”
Obiet tersenyum. “Sbenarnya kau jenius, kau hanya perlu mengubah sikapmu yang kasar itu. Percayalah! Kau bisa melakukannya. Lihat saja, kau bisa melihat aku dan adikku. Manusia lain tak ada yang bisa melihatku. Kau berani, sama separti Adrian, kau tak mau di sebut pengecut.”
Ozy mengangguk, tapi dia masih belum mengerti. “Bagimana dengan Uncle Jo? Selama ini dia baik padaku. Tak seperti Si Kerempeng yang sering menghukumku.”
“Brhentilah menyebutnya kerempeng! Dia memang diwajibakn mendidikmku, dia bertugas untuk membuatmu baik. Karena hanya yang berhati baiklah yang bisa membuka gerbang itu. Kalau soal Uncle Jo, aku tak tahu pasti, tapi yang jelas dia bukan Kaum Barbush. Kau sudah tertipu olehnya. Memang benar, bentuk fisik yang diperlihatkan padamu adalah bentuk asli Kaum Barbush. Tapi aku berani bersumpah, kalau itu bukan sosok aslinya. Kalau dia benar-benar Kaum Barbush, dia tak akan menyuruhmu mencari gerbang itu. Karena mereka tahu akulah tempat pribadinya Adrian. Begitu bulan yang membekukan bumi datang, mereka akan mengantarkanmu padaku. ”
“Apa bulan yang membekukan bumi?” tanya Ozy bingung.
“Nanti juga kau akan tau.” Obiet tersenyum misterius.
Ozy terdiam, ia masih mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Apa kau percaya padaku atau pada Uncle Jo yang suah hampir membunuhmu?” tanya Obiet.
“Aku percaya padamu,” jawab Ozy yakin.
“Bagus! sekarang kau ikut aku untuk membebaskan kedua temanmu. Setelah itu kita akan pulang. Pasti kelurgamu sangat mngkhawatirkanmu.”
“Tapi gerbangnya? Kukira kita akan membuka gerbang itu setelah menyelamatkan Ray dan Acha.”
“Belum waktunya. Lagipula, tempat kedua temanmu disekap sangat dijaga. Kita perlu persiapan yang matang untuk menyelamatkan mereka. Apa kau siap berkorban untuk mereka?”
Ozy terdiam sebentar, kemudian dia mngangguk yakin. “Bagus sekarang kita pergi. Ambil semua barangmu!”
Ozy menuruti perkataan Obiet, dia masuk kamar yang ditunjukan Oik tadi sore supaya dia tidur di sana. Ozy mengambil kunci emas yang dia simpan di meja sudut kamar. Ketika ia mengambil jaket cokelatnya, tiba-tiba dia teringat pada orang yang memberinya jaket itu. Rio. Kakanya yang sok keren itu memberinya jaket ketika ulang tahunnya kemarin. Entah kenapa dia sangat rindu dengan kakaknya itu. Dia masih ingat wajah kecewa Rio ketika tahu Agni, cewek yang ditaksirnya sejak SD jadian dengan Cakka. Padahal dia sudah terlalu percaya diri ketika Agni memintanya menemani mencarikan kado untuk ulangtahun Ozy. Ozy memeluk jaket itu dan tersenyum sendiri ketika mengingat ulah kakaknya.
Ozy buru-buru memakai jaketnya, ia saar kalau Obiet sedang menunggunya. Ketika Ozy ke ruang tamu Obiet sudah menuggunya di pintu keluar. Ozy berlari kecil dan menghampiri Obiet.
“Sorry lama. Bagimana dengan Oik? Apa tak apa-apa dia ditinggal sendiri?” tanya Ozy.
“Tak apa-apa, aku sudah meninggalkan surat untuknya. Apa kau siap?” Ozy mengangguk. “Baiklah! Sebaiknya kita segera berangkat. Sebelum kau menyesal.”
“Tunggu!” Ozy menghentikan langkah Obiet yang berjalan duluan.
“Ada apa? Apa ada yang tertinggal?”
“Tidak! Aku hanya ingin bertanya, kenapa mereka tak menculikku juga? Padahal waktu itu aku ada di sana?” Akhirnya pertanyaan yang selama ini ia simpan bisa keluar.
Obiet tersenyum. “Karena kau memegang kunci emas itu. Kunci itu yang melindungimu.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Obiet berjalan lagi. Ozy segera menyusulnya. Perasaan takut tiba-tiba menyerangnya. Bagaimana kalau dia mati? Bagaimana kalau Ray dan Acha sudah mati? Bagaimana kalau Obiet ternyata juga menipunya? Ozy menggelengkan kepala. Dia yakin kalau dia akan selamat. Kedua temannya juga akan selamat. Dan Obiet tak akan mngkhianatinya seperti Uncle Jo.



No comments:

Post a Comment

Gomawo~