Mungkin hujan kemarin meluruhkanmu. Mendesak asamu yang
selalu terjaga. Aku hanya angin yang lewat bersama hujan. Menerpamu tanpa
berpikir apa-apa. Aku bilang, aku hanya angin... yang ikut mencari kata dalam
serpihan lara.
“Aku tidak memaksamu,” katamu waktu itu. Aku hanya terdiam, bahuku berguncang, luruh bersama
hujan.
Apa katamu tadi? Aku tidak memaksamu? Kau yang memaksaku bangsat! Memeras ragaku yang tak berdaya.
Apa katamu tadi? Aku tidak memaksamu? Kau yang memaksaku bangsat! Memeras ragaku yang tak berdaya.
“Aku hanya memintamu untuk tidak lari,” ujarku bergetar. Aku
benci ini, ketika terlihat lemah dihadapnmu. Saat ini aku hanya ingin menerkammu,
membunuhmu dalam bisu.
“Aku tidak lari. Aku hanya belum sanggup memikul bebanmu,”
ujarmu tak berperasaan. Lalu... kau bersedekap dihadapanku, seolah aku ini tersangka
satu-satunya. Katamu bebanku? Ini bebanmu bangsat! Aku yang kau paksa untuk
memikulnya. Kau tau? Saat ini aku benar-benar ingin mengulitimu hidup-hidup.
No comments:
Post a Comment